Newest Post
// Posted by :Unknown
// On :Donderdag 14 Maart 2013
KISAH ANAK REMAJA
Ia
menatap mataku dengan pandangan menyelidik. Aku mengalihkan pandangan
ke halaman rumah Tria. Tria menyerah, ia tak bertanya lagi. Kemudian dia
masuk ke dalam rumah, dan kembali ke teras membawa secangkir teh
hangat.
Perasaanku
sedikit tenang setelah menangis tadi. Kini aku mulai memikirkan Andra.
Air mataku hampir tumpah lagi, tapi berusaha kutahan. Apa aku salah
menyayanginya? Apa aku terlalu dalam? Apakah ia benar-benar
menyayangiku? Apa ia masih peduli padaku. Buktinya, sampai sekarang tak
ada satupun sms darinya.
’Mungkin cara penyampaianku salah. Tapi mungkin malam ini, Andra jadi berpikir dua kali untuk terus pacaran denganku’ pikirku.
Air
mataku tumpah lagi saat membayangkan aku harus putus dengannya.
Hiperbolis. Tapi siapa yang tak sakit jika terpisah dengan orang yang
disayangi? Apalagi aku membayangkan dia akan memiliki kekasih yang
mungkin lebih mengerti dirinya.
”Aku bahagia kok kalau semisal kamu bahagia biarpun kamu bersamanya.” OMONG KOSONG! Bahagia dari sisi mana.
Setelah
kejadian malam itu, ia jarang sekali mengirim sms kepadaku. Hampir tak
pernah jika aku tak memulainya. SAKIT. Tapi biarpun begitu, aku masih
menyayanginya. Aku tak bosan mengirimkan pesan padanya. Hingga suatu
hari,
” Kok kamu jarang maen sama Andra, Rin? ” tanya Tria saat kami sedang berkumpul bersama sahabat-sahabat kami.
”
Iya, Rin. Kamu juga jarang megang HP. Dulu yaa awal jadian, nggak
pernah deh lepas dari HP. Kenape lu? Putus? ” canda Delya. Biarpun aku
tahu itu hanya candaan belaka, namun tetap saja ”nyesss”.
” Eh, eh kok malah nangis. Kenapa-kenapa?” tanya Delya. Awalnya aku tak mau cerita namun Delya dan Tria terus memaksa. Dan mengalirlah semua. Mulai dari pertengkaranku dengan Andra sampai sikap dingin Andra padaku.
” Gila! Dia nggak pernah sms kamu duluan, Rin?” pekik Delya.
Aku hanya mengangguk lemah,
” Udah berapa lama? ” tanya Tria.
Pertanyaan konyol. Aku tak pernah menghitung berapa lama aku termenye-menye karena sikapnya. Dan aku mulai menghitung. 5 hari!
”5 hari.” sahutku lemah.
” 5 hari diem-dieman?” Delya kaget. ” Idiih,
cowok macem apaan. Udah gini deh, Rin. Kamu nggak usah peduliin dia
lagi. Ya aku tahu, itu susah banget buat kamu. Caranya, kamu mikir
hal-hal negatif tentang dia. Misal dia selingkuh, dia nggak sayang sama
kamu lagi. Atau apalah. Ya maaf ya aku ngomong gini. Tapi aku nggak suka
sahabatku diginiin.” Lanjut Delya.
Aku makin nyesek denger ucapan Delya. Tria
pun menatap tajam Delya. ”Eeeh, maaf, Rin. Bukan maksudku. Aduh gimana
ya? Maksudku, buat apa pertahanin cowok berengsek macem dia?”
” Dia nggak berengsek. Aku tetep mau nunggu dia, Del. Entah
kapan dia bakal peduli lagi ama aku. Aku nggak tahu harus gimana lagi.
Nyesek bayangin dia bales sms temen-temennya tapi nggak pernah bales
smsku. Sakit rasanya. Mungkin aku yang lebay kali ya? ” ucapku.
Kali
ini Tria yang angkat bicara. ” Rin, kalau dibilang lebay, kamu kan
emang dari dulu lebay dalam hal apapun.” ucapnya sambil tersenyum. ”
Tapi aku rasa itu nggak masalah, oke, mungkin ini karna kita mengenal
kamu udah lamaaaaaaaaa banget jadi kita bisa bilang gini. Tapi buktinya,
kamu punya kharisma yang bisa bikin orang tertarik untuk deket sama
kamu. Kalau Delya nyuruh kamu mikir hal yang negatifnya, aku nyuruh kamu
mikir hal positifnya. Mungkin ini cara terbaik untuk kalian. Dengan
cara kalian diem-dieman, kalian bakal sadar, seberapa dalem perasaan
kalian. Tapi kalau emang harus saling melepas. Yaudah. Toh kita masih
SMA. Belum saatnya mainan cinta-cintaan.”
Kuakui ucapan Tria ada benarnya. GUE
MASIH SMA ngapain main CINTA. Aku jadi ingin menegaskan hal itu pada
Andra. Aku nggak mau kejebak dalam keadaan kayak gini terus. Aku pengen
tahu tentang perasaan Andra ke aku.
“ Apa aku sms aja ya ngajak ketemu? ” tanyaku.
Tria
dan Delya saling pandang, namun kemudian mereka tersenyum. ” Itulah
jalan kalian.” Ucap Delya lalu memelukku. Kemudian aku mengambil Hpku
dan menulis sms untuknya.
Darlaa, ada waktu? Bisa ketemu ngga? | SEND |
Setengah jam berlalu….
Tak ada balasan. Aku kecewa.
Hari berikutnya aku terus menanyakan apakah ia punya waktu untuk bertemu denganku. Lalu terpilihlah hari Rabu Sore.
Kami
bertemu di Kedai Bonheur, tempat paling penuh kenangan dengannya, Tapi
nyaliku menciut saat menatap matanya. Aku tak berani menanyakan apa yang
ia rasakan ataupun mengungkapkan hal-hal yang kupendam. Ia pun
sepertinya tak tertarik membuat obrolan denganku,
’
HEEEH! Sadar nggak sih lo? Gue merana gara-gara elo. Kesannya elo
gantung gueeeee, sayang. Lo pikir nggak sakit apa didiemin! Gue capek
nunggu sms dari elo. Nggak pernah dateng!!! Gue pengen nangis tahu.. Gue
pengen tahu kenapa elo nggak peduli lagi ama gue! Elo segitu kecewanya
ama tingkah gue? Ya GUE MINTA MAAF. TAPI JANGAN GINI CARANYA! ’ namun, itu hanya teriakan hatiku. Tak berani kuutarakan saat menatap matanya.
Aku
tak bisa membaca perasaannya. Yang kutahu ia sepertinya jengah. Tapi
Aku juga lelaaaah, sayang. Aku lelah terus berharap apalagi jika harapan
itu semu.